Senin, 18 Mei 2015

Steve Jobs


Rasanya mustahil jika kita tidak mengenali salah satu brand smarthphone, laptop, dan komputer tablet terbesar di dunia, Apple. Siapa yang tidak mengenal Apple?
Anak usia sekolah dasar hingga manula telah menggunakan produk “eksekutif” ini. Harganya yang terbilang cukup mahal dibandingkan dengan merek pesaing lain membuat Apple menjadi brand “impian” setiap orang. Di balik kesuksesan Apple, ada seorang pria, seorang seniman, visioner yang dengan kegigihan, dominasi dan intuisinya telah berhasil menghubungkan antara kreativitas dan teknologi sehingga melahirkan Apple. Dia adalah Steve Jobs. Jika anda pernah menonton film berjudul “The Pirates of Sillicon Valley” atau “Steve Jobs”, mungkin kisah Jobs sudah tidak asing lagi. Kalian telah melihat jatuh-bangun dirinya membangun perusahaan Apple dan bagaimana perilaku dia di sekitar orang-orang terdekatnya.  Pria berdarah Jerman-Suriah ini lahir di San Fransisco, California pada 24 Februari 1955. Dia dilahirkan dari pasangan yang tidak menikah, sehingga kehamilan Jobs dapat dikatakan “tidak diinginkan” oleh kedua orangtuanya. Sang Ibu memutuskan untuk memberikan Jobs pada orang tua asuh, yaitu Paul dan Clara Jobs. Steve Jobs mengetahui sejak kecil bahwa dia diadopsi.
Dilantarkan. Terpilih. Istimewa. Konsep itu menjadi bagian dari siapa diri Jobs dan bagaimana dia memandang dirinya sendiri. Beberapa teman terdekatnya berpendapat bahwa mengetahui dirinya diberikan kepada orang lain saat lahir, telah meninggalkan luka di hati Jobs. Greg Calhoun, yang menjadi dekat dengan Jobs tepat setelah lulus perguruan tinggi mengatakan bahwa Steve sering sekali bercerita kepadanya tentang dirinya yang ditinggalkan dan rasa sakit yang disebabkan oleh peristiwa itu. Andy Hertzfeld yang bekerja sangat dekat dengan Jobs di Apple pada awal 1980-an mempertanyakan mengenai Jobs yang terkadang tidak mengendalikan dirinya sendiri saat bersikap kejam dan menyakiti orang lain dan hal tersebut berkaitan dengan kisahnya yang ditinggalkan ketika lahir. Masalah mendasarnya adalah tema “ditinggalkan” dalam hidup Jobs.  
Steve Jobs telah lama menjadi kontroversi di perusahaan yang dibangunnya sendiri. Dibalik intuisi dan imaginasinya yang luar biasa, sifatnya yang perfeksionis ternyata berdampak pada perilakunya terhadap orang-orang disekitarnya. Gaya kepemimpinannya membuat beberapa orang di Apple menjadi tidak betah dan kelelahan. Dia terkenal berperilaku kasar dan kejam jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Dia tidak sungkan mengatakan “sampah” kepada sebuah produk gagasan karyawannya yang bahkan belum Jobs ketahui fungsi istimewa dari produk tersebut. Dia tidak pernah ragu untuk membentak dan berbicara kasar kepada karyawannya jika mereka melakukan pekerjaan yang dianggap buruk. Salah seorang karyawan Jobs pernah mengatakan bahwa sulit sekali bekerja dibawah kepemimpinan Jobs. Bahkan tidak sedikit pula karyawan Apple yang mengundurkan diri karena tidak tahan dengan perilaku Jobs. Saya tidak tahu apakah perilaku tersebut dibenarkan atau tidak. Saya juga tidak dapat menyalahkan Jobs tentang perilaku kasarnya sebagai cara dia memotivasi orang-orang di Apple.
Pernyataan orang-orang terdekat Jobs sepertinya berbanding lurus dengan teori kepribadian yang telah diungkapkan pada postingan sebelumnya. Dalam pandangan Adler, ada konsekuensi dari anak yang merasa tidak diiginkan atau ditolak oleh orang tuanya. Penolakan orang tua akan menyebabkan perasaan tidak aman, hidup penuh kemarahan terhadap orang lain, dan kurang memiliki penghargaan terhadap diri. Apakah benar bahwa sikap Jobs yang pemarah memiliki hubungan dengan penolakan orangtuanya? Jika kita lihat lagi, Jobs hanya ingin mencari kesempurnaan produk Apple. Dia memiliki cinta yang sangat mendalam terhadap Apple dan misinya untuk membantu orang lain menikmati produk canggih yang artistik telah menjadi sebuah obsesi. Setiap bos memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, termasuk Jobs. Di sisi lain, ternyata ada aspek positif dari perilaku Jobs tersebut. Karyawan yang tidak terpojok, pada akhirnya lebih kuat. Mereka bekerja dengan lebih baik, entah karena takut, keinginan untuk menyenangkan Jobs, atau menyadari bahwa itulah yang diharapkan dari diri mereka. Maka dapat dikatakan bahwa karyawan yang kuat telah termotivasi oleh perilaku kasar Steve Jobs. Mungkin jika Jobs tidak berperilaku kasar dan kejam, Apple tidak berada di posisinya terbaiknya seperti sekarang ini. Terlepas dari kontroversi yang ada, tidak dapat dipungkiri bahwa Steve Jobs memiliki karisma yang memesona banyak orang. Berbicara tentang Steve Jobs tidak akan cukup hanya dengan satu atau dua halaman saja. Masih banyak hal-hal menarik dari dirinya yang sangat unik dan membawa kita pada satu kesimpulan, “luar biasa”.
Jobs memang terkenal pula sebagai seseorang yang ahli dalam menyangkal sesuatu. Ketika Jobs mendengar tentang dirinya yang merasa ditinggalkan oleh orangtua kandungnya, Jobs menyangkal hal tersebut. “Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa karena aku ditinggalkan, aku bekerja sangat keras sehingga aku bisa berhasil dan membuat orantuaku berharap memilikiku kembali, atau omong kosong lainnya, tetapi pendapat semacam itu menggelikan. Mengetahui bahwa diriku diadopsi membuatku merasa lebih mandiri, tetapi aku tidak pernah merasa ditinggalkan. Aku selalu merasa istimewa. Orangtuaku membuatku merasa istimewa.”
Alasan saya memilih Steve Jobs untuk menjadi sosok pertama di kanal Biography blog kami adalah karena dia istimewa, dan akan selalu istimewa.

Sumber : Isaacson, W. (2011). Steve Jobs. Yogyakarta: Bentang

4 komentar:

  1. Infonya menarik... Ada hal positif yg bisa jadi bahan pembelajaran buat kita :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih telah membaca, jangan lupa memberikan komentar yang membangun untuk perbaikan selanjutnya

      Hapus
  2. selalu ada hal positif dibalik sesuatu hal yg negatif ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih telah membaca, jangan lupa memberikan komentar yang membangun untuk perbaikan selanjutnya

      Hapus